Minggu, 06 November 2011

Resume Etika Politik Kristen Karya DR. R.P Borrong

Bab 1

Gereja dan Politik

Menurut penulis, politik dan teologi-etika tidak bisa dipisahkan. Karena politik merupakan lapangan hidup manusia. Politik dari kata Yunani Polis dan Politeia. Polis mula-mula berarti benteng, lalu kota (benteng), kemudia berarti Negara (city state) dan akhirnya berarti bentuk negara demokratis. Dalam arti yang terakhir itu, politk merupakan kewajiban semua manusia yang mendambakan kebebasan dan kemerdekaan hidup bersama dalam masyarakat. Pengertian itu saja sudah cukup menjadi alasan bagi gereja untuk peduli pada masalah-masalah politik.

Setiap warga gereja diutus ke dalam dunia untuk berkarya bagi duia ini. Dasar pengutusan itu adalah karya Allah sendiri yang telah menciptakan, yang terus memelihara, yang telah menebus dan yang terus berkarya menyempurnakan ciptaanNya dengan selalu memberikan kebaikannya bagi dunia. Orang Kristen adalah juga mitra Allah dalam semua tugas karya Allah yang disebut misio dei tersebut.

Itu sebabnya kehadiran dan keterlibatan kita dalam politik tidak sekedar ikut serta menjadi penggembira melainkan sebagai pemeran yang berkewajiban memberikan penilaiab normatif. Itu sebabnya etika penting bagi politik, yaitu untuk memberikan penilaian apakah penyelenggaraan negara dilaksanakan sesuai dengan norma-norma kebaikan dan kebenaran. Misalnya apakah hak asasi manusia dihargai. Apakah keadilan ditegakkan. Dan karena norma-norma kristiani diyakini bersumber dari teologi (keyakinan tentang kehendak Tuhan), maka politik penting pula bagi teologi. Kehadiran dan keterlibatan gereja dalam politik, bagaimanapun haruslah diwarnai oleh keyakinan kristiani tentang apa kehendak Allah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ada beberapa dasar teologis-etis Alkitabiah mengenai keterlibatan dalam politik. (1) Dalam Alkitab terdapat banyak kisah tentang kehadiran Allah dalam masalah politik, misalnya kisah pemanggilan Abraham, kisah Exodus orang Israel dari Mesir. (2) Dalam Alkitab hubungan manusia degan Allah digambarkan sebagai hubungan yang menggunakan terminology yang bersifat politik. Allah sering disebut sebagai raja atau penguasa. (3) Dalam PB ditegaskan tentang kehadiran Kerajaan Allah di dunia. Yesus Kristus diakui sebagai Tuhan dan Raja, yang berkuasa atas kehidupan di dunia. (4) Kekuasaan manusia ditetapkan oleh Allah maka setiap orang, termasuk gereja, berkewajiban berperan dalam pelaksanaan kekuasaan itu agar sesuai dengan kehendak Allah yang memberikan kekuasaan itu.

Tujuan keterlibatan gereja dalam politik adalah (1) tujuan pelayanan/pembebasan. (2) Tujuan missioner, gereja perlu bersaksi tentang kebaikan Allah. (3) Tujuan korektif. Dalam PL dan PB, para nabi melakukan koreksi terhadap dosa para pemimpin politik. (4) Tujuan normatif, yaitu untuk menegakkan kebenaran ditengah kehidupan politik yaitu menegakkan keadilan dan mewujudkan kasih. (5) Tujuan edukatif, yaitu untuk mendidik warga gereja supaya peduli dan paham mengenai tugas panggilannya di dunia. Gereja terpanggil untuk menjadi garam dan terang di dunia (Matius 5:13-16). Gereja ada di dalam dunia dan di utus ke dalam dunia (Yohanes 17).

Etika dan moral Kristen adalah ajaran Kristen yang mengandung nilai-nilai etika dan yang dapat menjadi panduan bagi kehidupan individu maupun kelompok yang aktif dalam bidang politik sesuai dengan keyakinan kristiani. Etika dan moral Kristen tidak sama dengan hokum agama. Karena itu etika dan moral Kristen bukan hokum-hukum atau aturan yang harus diterapkan secara harafiah dalam kehidupa politik.

Mengapa etika dan moral Kristen perlu dalam politik? (1) Allah melalui firmanNya selalu mengajarkan dan menghendaki yang baik dan benar dalam kehidupan manusia, termasuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (2) Politik adalah kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan dan kebenaran dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (3) Para pelaku politik (politisi) adalah orang-orang yang menerima kekuasaan dan wibawa mereka dari Tuhan untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran di dalam masyarakat. (4) Para politisi adalah manusia berdosa, penuh kekurangan bahkan cenderung kepada kejahatan (destruktif) sehingga memerlukan panduan, arahan dan norma dari agama supaya mereka dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kekuasaan yang ia terima dari Tuhan. (5) Kegiatan politik adalah juga misi Allah (miso Dei) yang bertujuan mewujudkan kekuasaan dan kedaulatan Allah di dunia.

Bab 2

Hubungan Gereja dengan Negara-Politik

Ada berapa teks Alkitab, khususnya PB yang mendasari pandangan Kristen tentang hubungan gereja dengan Negara. Teks pertama adalah kutipan jawaban Tuhan Yesus ketika orang Farisi dan Herodian menjebak dia dengan pertanyaan: bolehkah membayar pajak kepada Kaisar? Yesus menjawab: “berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21b). berdasarkan jawaban Yesus ini, gereja memahami dirinya sebagai warga Negara rangkap yaitu sebagai warga sebuah Negara secara politis dan sekaligus sebagai warga kerajaan/pemerintahan Allah. Pemahaman tersebut tidak bersifat dualitas dan tidak menyebabkan ketaatan/kesetiaan ganda, sebab ketaatan/kesetiaan kepada Allah menjadi dasar ketaatan dan kesetiaan kepada Negara.

Hal ini terkait dengan teks kedua yaitu Roma 13:1-7, dan 1 Petrus 2:11-17 yang berbicara tentang status pemerintahan sebuah Negara sebagai pemberian Allah sendiri. Dalam Roma 13:1-2 tertulis: “tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barang siapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya”. Ketaatan kepada Kaisar, raja atau pemerintah bukanlah ketaatan kepada manusia melainkan wujud dari ketaatan kepada Allah yang diyakini menciptakan Negara, termasuk pemerintah yang berkuasa di Negara tersebut.

Jelas terserat dari kutipan di atas bahwa Negara, khususnya pemerintah, ditaati kalau ia bertindak sebagai hamba Allah, yaitu memberikan kebaikan kepada rakyat. Ketaatan kepada Tuhan adalah ketaatan yang bersifat mutlak, sedangkan ketaatan kepada Negara adalah ketaatan bersyarat, yaitu selama pemerintah yang berkuasa di Negara itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan dibentuknya pemerintah yaitu untuk membawa kebaikan, kebenaran dan keadilan. Dalam 1 Petrus 2:13-14, tersirat bahwa ketaatan kepada Negara adalah wujud dari ketaatan kepada Tuhan sendiri dan ketaatan kepada Negara dilaksanakan selama pemerintahan.

Tetapi sebaliknya, ketika Kaisar ternyata tidak bisa memerintah sesuai dengan kehendak Allah, ia disebut sebagai monster (Wahyu 13). Mengutip pendapat Oscar Cullman, penulis mendukung bahwa dalam perbedaan pandangan Roma 13 dan Wahyu 13 dapat dipahami dalam terang penyembahan Kaisar. Artinya ketika Negara, khususnya pemerintah bertindak seolah-olah menjadi Allah dan tidak lagi bertindak sebagai hamba Allah, maka tidak perlu lagi ada ketaatan kepadanya. Konteks saat itu belum ada gereja selaku institusi yang kuat di tengah kekaisaran Romawi. Pesan dalam Wahyu 13 ditujukan kepada individu-individu orang Kristen yang kedudukan politiknya masih sangat lemah.

Dalam hubungannya antara gereja dan Negara, penulis membagi kedalam empat periode, yaitu: (1) Periode awal abad I-IV, (2) Abad pertengahan, (3) Pencerahan dan Reformasi pada abad XV-XVIII, (4) Pandangan Gereja Modern mulai dari abad 19-21. Berdasarkan periode yang ada di buku ini, penulis lebih banyak dan menyoroti perkembangannya di Indonesia. Menurut penulis gereja lahir di Indonesia di bawa oleh bangsa-bangsa Eropa sejak abad ke-16 dan sejak itu pola hubungan gereja dengan Negara dijalankan sesuai dengan apa yang sedang berlangsung di Eropa. Pola hubungan gereja Negara di Indonesia pada masa pemerintah Hindia Belanda baru berakhir tahun 1935. Pada saat itu terjadi pemisahan administratif antara gereja dan negara dan gereja Protestan menerima haknya mengurus dirinya sendiri.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah RI cenderung mengintervensi kehidupan beragama. Banyak kasus dimana Negara mengintervensi kehidupan umat beragama, baik karena permintaan agama itu sendiri maupun karena kepentingan pemerintah.

Mengenai rohaniawan berpolitik, penulis mengutip dari hasil siding raya MPL-PGI tahun 1992 di Tentena, yaitu apabila ada rohaniawan/pendeta yang suka melayani di bidang politik atau menjadi pegawai negeri, sebaiknya ia tidak duduk dalam jabatan structural di gereja. Walaupun keputusan tersebut mengikat dan bertujuan mencegah agar para pendeta tidak menjadi politis praktis, namun tidak menyurutkan niat banyak pendeta untuk terjun dalam politik praktis, terlebih di era reformasi.

Relevansi dan urgensi keterlibatan seorang rohaniawan atau pendeta dalam politik praktis tentu saja sangat kontekstual. Artinya, tuntutan zaman dapat sangat mempengaruhi keputusan seorang pendeta untuk terlibat dalam politik praktis.

Bab 3

Rekonsiliasi dari Perspektif Teologi Kristen

Gagasan rekonsiliasi dalam teologi Kristen bertitik tolak dadri kenyataan dosa. Dosa dipahami sebagai perlawanan, pemberontakan dan pengkhianatan terhadap Allah yang mencipta, memelihara dan memberkati seluruh ciptaanNya. Itu sebabnya maka dogma tentang rekonsiliasi atau pendamaian secara sempit dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan Allah sendiri dalam menjembatani kembali hubungan yang terputus antara pencipta dan ciptaan.

Dasar rekonsiliasi atau pendamaian adalah pengurbanan Kristus. Konsep pengurbanan ini adalah konsep PL. Pendamaian dalam PL menggunakan istilah Ibrani kipper (Im. 23:27-28). Istilah kipper terhubung dengan kata kofer (kurban). Darah kurban yang dipersembahkan dalam kultus Israel selalu dipahami sebagai darah pendamaian yang menjadi simbol pemaafan/pengampunan dari Tuhan atas dosa-dosa Israel. Melalui ritus kofer, lahirlah kipper (pendamaian) yaitu hubungan baru antara Allah dengan Israel. Pencurahan darah berarti tercapainya damai.

Dalam PB, kematian Yesus Kristus dipahami sebagai pengurbanan untuk terjadinya pengampunan dosa (Roma 5:6-11). Di situ dijelaskan bahwa pengorbanan Yesus Kristus telah membuahkan pendamaian atau rekonsiliasi antara Allah dan manusia yang berdosa.

Kata rekonsiliasi atau pendamaian dalam PB menggunakan istilah Yunani hilaksomai dan katallassoo. Istilah hilaksomai terkait dengan membayar hutang atau denda. Dengan pengorbanan Kristus terjadilah pendamaian sejati antara Allah dengan manusia. Istilah katallassoo menunjuk kepada akta pendamaian. Kata dasarnya adalah allos artinya “yang lain” atau “orang lain” menarik perhatian. Ada unsur prakarsa atau proaktif. Dalam hal ini Allah memprakarsa mendamaikan diriNya dengan manusia tanpa memperhitungkan kesalahan mereka. Maka istilah katallassoo terhubung juga dengan kata afes, afesis yang berarti mengampuni atau memaafkan. Dengan pengurbanan Kristus maka Allah melupakan atau membiarkan atau mentolerir manusia berdosa menjadi manusia yang benar. Hutangnya dilupakan, hutangnya dilupakan (Mat. 18:21-35).

Bab 4

Kemerdekaan Ditinjau dari Sudut Etika Kristen

Arti merdeka menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan), berdiri sendiri, bebas dari tuntutan dan tidak terikat, tidak tergantung kepada orang atau pihak tertentu. Sedangkan kata bebas megnandung arti tidak terhalang atau tidak terganggu, lepas dari kewajiban, tidak terikat atau tidak terbatas, merdeka, tidak terdapat lagi, misalnya bebas hama berarti tidak hama lagi.

Apakah yang dimaksud dengan kemerdekaan dalam doktrin Kristen? Pertama-tama, kemerdekaan berarti kebebasan dari perbudakan dosa atau kuasa dosa (Roma 6). Kedua, kebebasan untuk berbuat dan bertindak sebagai orang percaya (Galatia 5:13). Jadi kemerdekaan itu selaelau dipahami dari dua sisi, yaitu sisi pasif dan sisi aktif. Sisi pasif yaitu kita dimerdekakan oleh Allah. Dan sisi aktif dimana kita memiliki kebebasan untuk bertindak menurut kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita.

Bagaimanakah kebebasan atau kemerdekaan ini dilihat dalam terang iman Kristen? Apa yang dipahami sebagai kemerdekaan pasif dan kemerdekaan aktif? Dalam konteks Kristen kebebasan dari…merupakan keyakinan akan karya Tuhan Yesus melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Sola gratia (hanya oleh anugerah), Allah telah memberikan kemerdekaan yaitu kebebasan dari penguasaan dosa dan maut melalui kuasa kebangkitanNya dari antara orang mati. Ia telah member hidup baru, hidup yang merdeka dan bebas kepada orang yang percaya, karena kehidupan lama telah ditaklukan.

Kemerdekaan yang paling hakiki bagi seorang Kristen adalah “kesempatan” mewujudkan dirinya sebagai “gambar Allah” yang sudah dipulihkan dalam diri Yesus Kristus sehingga ia dimampukan mewujudkan hidupa yang terhormat, bermartabat dan mulia. Dilihat dari konteks itu kita bertanya pada diri kita masing-masing apakah saya seorang yang sungguh-sungguh merdeka? Secara factual setiap orang terikat dengan berbagai hal: keluarga, pekerjaan, janji, komitmen, dan seterusnya. Tetapi kalau seseorang sungguh-sungguh terikat pada hati nuraninya ia justru seorang merdeka tulen atau seorang bebas sejati.

Bab 5

Kode Etik Memilih Presiden Indonesia 2004

Pemilih perlu memperhatikan beberapa nilai etis yang harus menjadi kriteria untuk dapat disebut sebgai memilih secara benar dan bertanggung jawab. Kriterianya adalah (1) Mengutamakan kepentingan bersama. (2) sesuai suara hati. (3) Memiliki visi dan misi yang jelas. (4). Memiliki program kerja yang sesuai kebutuhan bangsa. (5) non-deskriminatif.

Untuk menyikapi kampanye, maka para calon melalui tim suksesnya masing-masing akan berkampanye untuk menarik perhatian. Adalah tugas pemilih untuk sungguh-sungguh menyimak dan menyikapi tema-tema kampanye secara kritis. Karena banyak kampanye yang menawarkan sesuatu yang tidak realistis dan idealistis melainkan utopis. Utopis artinya tidak mungkin dapat dicapai alias muluk-muluk. Dalam

Sebenarnya kita sudah bisa menebak kemampuan para calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden mendatang. Yang masih dapat kita pertimbangkan adalah strategi macam apa yang akan ditempuh, sehingga criteria seperti yang kita sebutkan di atas dapat terpenuhi. Maka inti kampanye yang seharusnya menjadi perhatian kita sebagai rakyat adalah strategi yang ditawarkan para calon dalam menjalankan kepemimpinannya yang akan datang.

Salah satu tugas berat presiden dan wakil presiden yang akan datang adalah menegakkan hukum. Untuk itu calon presiden dan wakilnya yang akan datang selain harus memprioritaskan penegakan hukum, juga perlu berkomitmen untuk mengatasi persoalan-persoalan Negara yang sangat penting. Pertama, ekonomi rakyat, khsusunya nasib para petani dan nelayan. Kedua, pendidikan. Sudah lama diwacanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang terus merosot dengan menambah anggaran pendidikan. Ketiga, perlindungan terhadap lingkungan hidup. Tidak salah menyebutkan bahwa salah satu tugas sangat urgen bagi presiden dan wakilnya yang akan datang adalah melindungi lingkungan dari tindakan brutal orang-orang serakah yang sekarang ini seenaknya saja merusak lingkungan demi keuntungan pribadi.

Bab 6

Etika Kampanye

Tradisi berkampanye di Indonesia, sama seperti di belahan bumi lainnya, selalu disemarakkan oleh berbagai kegiatan masal berupa pertemuan akbar, arak-arak kendaraan bermotor keliling kota bahkan antar kota, dan belakangan ini mulai ditradisikan juga kampanye melalui media masa, khususnya media tv. Namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa kode etik dan larangan dalam udang-undang itu akan dipatuhi. Diperlukan kesadaran dari semua partai politik dan masyarakat untuk mendukung terselenggaranya kampanye yang memperhatikan etika sebagai landasan ditaatinya hokum dalam pelaksanaan kampanye.

Apa saja yang tercakuo dalam etika kampanye? Pertama, adanya kesadaran para pelaku kampanye partai untuk membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik, apa yang patut dan apa yang tidak patut disampaikan dalam kampanye. Kedua, adanya kesadaran moral para pelaku kampanye yaitu kemampuan memilih untuk mengatakan dan melakukan apa yang baik dan patut sambil menolak untuk mengatakan dan melakukan apa yang tidak baik dan tidak patut untuk disampaikan dan diperlihatkan kepada public. Adanya kesadaran moral ini sangat diperlukan supaya kampanye, terutama isinya, benar-benar berbobot dan bisa dipercaya. Ketiga, adanya kejujuran. Kejujuran adalah prinsip yang melekat pada kampanye karena yang disampaikan kepada public adalah hal-hal yang menyangkut mati-hidup dan masa depan public itu sendiri. Kalau terjadi pembohongan maka public dangat dirugikan dan hal itu bertentangan dengan prinsip kejujuran itu sendiri serta bertentangan dengan tujuan pemilihan umum sebagai sarana menyalurkan aspirasi public. Keempat, adanya sopan santun (etiket). Sopan santun perlu diperhatikan karena ia menunjukkan kedewasaan para pelaku kampanye dan karenanya menjadi criteria yang menakar bobot dari pemilu itu sendiri. Umpamanya saling menghormati dan menghargai di antara partai-partai, tidak saling mencurangi dan menghujat serta tidak menjelek-jelekan partai lain. Kelima, adanya pertanggungjawaban. Semua kesempatan, dana dan tempat yang diberikan/dipercayakan oleh rakyat melalui pemerintah kepada pelaku kampanye harus bisa dipertanggungjawabkan. Waktu harus digunakan sebaik-baiknya. Terlebih dalam konteks multi partai di Indonesia. Dalam hal ini tidak boleh ada partai yang mencuri start kampanye dan tidak boleh ada yang mencuri waktu pasca kampanye untuk masih terus berkampanye di saat tenang. Keenam, adanya kedamaian. Selama pelaksanaan kampanye hendaknya tidak mengganggu jalannya roda kegiatan masyarakat, tidak terjadi keributan dan kekerasan. Para pelaku kampanye tidak boleh memancing kerusuhan dan tidak boleh menggunakan kekerasan. Ketujuh, adanya ketertiban. Para peserta kampanye, khususnya massa pendukung harus bisa dikendalikan agar tidak menimbulkan keributan dan kekacauan. Pelaksanaan kampanye dan isi yang disampaikan hendaknya membawa kesejukan dan ketentraman.

Bab 7

Golongan Putih

Alasan-alasan bagi mereka yang memilih menajdi golput dalam pemilu 2004, terutama didasarkan pada perilaku para pelaksana pemilu, khususnya para elit penyelenggara Negara dan pemimpin-pemimpin partai politik yang tidak menunjukkan kesungguhan untuk menyelenggarakan pemilu secara demokratis.

Tentu saja yang paling menentukan adalah kenerja penyelenggara Negara yang ada sekarang ini yang belum juga membawa perubahan yang bertarti bagi bangsa ini, terutama dalam bidang ekonomi dan hukum. Dua bidang ini merupakan hal yang sangat penting bagi rakyat pemilih karena menyangkut kehidupan rakyat banyak.

Dalam situasi politik Indonesia sekarang ini dapat dipahami kalau ada rakyat yang memilih untuk tidak memilih atau menjadi golput. Untuk apa mengikuti pemilu kalau pemilu hanya menjadi alat legitimasi penyelenggara Negara yang tidak bisa dipercaya? Untuk apa mengikuti pemilu yang hanya akan memperkuat dan memperkokoh kedudukan orang-orang yang secara moral tidak legitim untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa ini? Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa meningkatnya golput dari pemilu ke pemilu tidak hanya terkait dengan teknik penyelengaraan pemilu, tetapi terutama karena perilaku para elit politik yang tidak bisa meyakinkan calon-calon pemilih bahwa mereka akan membawa perubahan bagi kehidupan bangsa ini.

Bagaimana golput itu dilihat dari segi lain, yaitu dari segi hak dan kewajiban warga Negara sebagai partisipan dalam penyelenggaraan sebuah Negara demokratis? Dalam sebuah Negara demokratis, perubahan masyarakat memang seharusnya ditentukan oleh rakyat pemilih dan bukan hanya oleh elit politik. Karena itu setiap rakyat pemilih seharusnya melaksanakan hak dan kewajibannya melalui pemilu. Kalau tidak melaksanakan hak dan kewajibannya tersebut, secara moral ia seolah menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang yang akan terpilih walaupun ia tidak setuju atau tidak menyukainya. Bahkjan hasil pemilu bisa lebih buruk kalau golput menjadi terlalu banyak.

Bab 8

Presiden/Wakil Presiden Harapan dan Idaman Rakyat

Presiden adalah sebutan bagi seseorang yang menjabat sebagai ketua atau pemimpin. Kata presiden berasal dari bahasa latin: praeses yang berarti pelindung atau pembela. Kata itu mula-mula digunakan untuk menyapa para dewa pelindung (praeses dii) dalam masyarakat Romawi paling kuni. Dikemudian hari pada masa pemerintahan kaisaar-kaisar Romawi, kata praeses dan praesidens digunakan untuk menyebut para pemimpin daerah taklukan yang kemudian dimasukkan menjadi perovinsi dalam kekaisaran Romawi. Secara sederhana, praeses atau praesidens berarti pemimpin atau kepala pemerintahan wilayah.

Oknum yang biasanya diangkat menjadi praeses atau praesidens dalam lingkup kekaisaran Romawi adalah para pemimpin militer yang berjasa menaklukan suatu wilayah atas nama kaisar. Itu sebabnya maka istilah presiden pertama-tama digunakan sebagai gelar para gubernur sebuah provinsi dalam kekaisaran Romawi. Malahan di zaman Kaisar Diocletianus yang disebut presiden adalah seorang procurator yaitu seorang utusan Kaisar yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan, antara lain pemungutan pajak untuk kepentingan kekaisaran. Jabatan ini disebut praeses karena ia sekaligus menjalankan fungsi sebagai gubernur di provinsi yang lebih kecil itu.

Di Indonesia menurut undang-undang dasar 1945, presiden adalah kepala pemerintahan sekaligus kepala Negara. Sama seperti presiden di Amerika Serikat, presiden di Indonesia merupakan sentral kekuasaan. Ini berarti bahwa kekuasaan di tangan seorang presiden sangat kuat. Seorang presiden di Indonesia dengan system presidensial sebenarnya tak ubahnya kekuatan Kaisar dalam imperium Romawi. Sedangkan jabatan wakil presiden hanyalang pelengkap yang lebih berfungsi seremonial. Dengan berpusatnya kekuasaan di tangan presiden di Indonesia, maka kekuasaan presiden sangat besar. Walaupun secara formal ia tidak memegang kekuasaan pentagonis, namun demikian pengaruhnya dalam kehidiupan hokum, agama dan militer sangat menentukan.

Bab 9

Perubahan Paradigma Suksesi Pemimpin Negara

Salah satu penjabaran dari amandemen adalah pemilihan umum yang demokratis karena pilihan langsung dari rakyat. Hasilnya telah dirasakan oleh bangsa Indonesia dengabn suksesnya pemilihan umum tiga putaran yang telah sukses memilih wakil-wakil rakyat dari partai politik dan daerah.

Perubahan paradigma suksesi presiden memang merupakan prestasi presiden Megawati Soekarnoputri. Dialah yang meberikan kesempatan kepada rakyat untuk secara langsung memilih pemimpin Negara. Dengan demikian Megawati telah melaksanakan demokrasi sejati yaitu kekuasaan di tangan rakyat. Apa yang ditabur oleh Megawati kini dituai oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya dituai oleh Yudhoyono dan Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Kita juga sangat menghargai sikap Megawati yang menerima hasil pemilu putaran kedua dengan kesatria. Hal ini terungkap dalam pidato Megawati saat memperingati HUT TNI. Megawati menegaskan supaya seluruh rakyat menerima dengan baik siapapun yang terpilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang demikratis tersebut. Pernyataan itu memberikan nilai tambah yang tiada tara kepoda Megawati Soekarnoputri.

Kita juga perlu mengapresiasi pernyataan-pernyataan yang menjadi cerminan kenegarawanan Susili Bambang Yudhoyono. Tidak gampang seorang pemenang memuji secara terbuka dan jujur terhadap saingan dan lawan politiknya. Sikap terebut menunjukkan kenegarawanan Susilo Bambang Yudhoyono yang memaafkan dan tidak membalas perlakuan tak nyaman terhadap dirinya.

Semoga sikap para negarawan besar ini ditiru oleh wakil-wakil rakyat yang harus menghabiskan waktu tiga hari hanya untuk membahas mekanisme pemilihan pemimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat, suatu pemborosan energy yang tidak perlu. Apakah legislative kita justru sedang memamerkan haus kuasa atau sedang berlatih menjadi wakil-wakil rakyat yang menjadi demokratis sejati?

Bab 10

Perang

Ada seribu satu macam kepentingan menjadi alasan perang: ekonomi, kekuasaan, superioritas, primordial rasial, primordial agama, perebutan teritori, harga diri dan kehormatan serta martabat. Apapun alasannya tidaklah mudah menerima perang atau kekerasan sebagai sarana memecahkan perbedaan ataupun untuk mencapai kepentingan. Di masa lampau kebanyakan perang bermotifkan imperialism dan kolonialisme. Tetapi pada masa kini perang lebih banyak bermotifkan ekonomi dan bisnis. Sementara motof lainnya biasanya menjadi alat legitimasi saja. Alasan Amerika Serikat dan Inggris ingin sekali memerangi Irak adalah alasan bisnis.

Kalau demikikan, muncul pertanyaan mengapa manusia harus dikorbankan untuk kepentingan bisnis dan ekonomi? Di masa lampau, umum nya diyakini bahwa perang merupakan “ultima ratio” (sebagai alat terakhir) menghadapi ancaman baik dari luar maupun dari dalam yang membahayakan kepentingan rakyat.

Perang modern yang melibatkan senjata-senjata pemusnah masal mengharuskan mengevaluasi perang sebagai “ultima ratio”. Dengan alasan apapun, perang tidak pernah menjadi alat mengatasi atau memecahkan masalah dengan baik dan benar. Lagi pula, dilihat dari segi keadilan, maka perang adalah alat yang menghancurkan lebih banyak rakyat “tak berdosa” padahal pelaku kejahatab atauy si pengancam yang diperangi mungkin tak pernah tersentuh oleh senjata perang. Sebagai alat untuk mengatasi perbedaan atau perselisihan, perang hampir tidak pernah dapat menampakkan wajah kasih selain kebengisan dan pembunuh. Karena itu mestinya tidak ada tempat bagi perang sebagai alat mengatasi perbedaan antar kelompok maupun antar bangsa. Dengan alasan apapun, termasuk alasan agama atau alasan suci.

Benarkah ada perang yang adil? Adil kepada siapa? Sekali lagi, perang, teruma perang modern, hampir mustahil membawa keadilan dan kebenaran terhadap pihak manapun yang terlibat perang. Dalam konteks sebagai orang beriman, kita juga percaya bahwa Tuhan dapat menjadi hakim yang adil di antara umat manusia sehingga perang tidak dibutuhkan.

Bab 11

Kekerasan

Mengapa kekerasan terjadi menurut Johan Galtung, kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya. Bagi Galtung, kekerasan tidak hanya terjadi secara fisik dan langsung, tetapi juga secara non-fisik dan tidak langsung berupa ancaman, indoktrinasi, pembohongan dan ancaman serta tekanan yang menyebabkan kemampuan jiwa, mental dan otak seseorang menjadi berkurang.

Kekerasan mencakup arti yang luas yaitu tindakan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang untuj mencapai tujuannya dengan jalan menyakiti, melukai, mematikan dan merugikan orang lain secara fisik, mental, moral dan spiritual. Tindakan kekerasan dalam arti yang luas itu merupakan tindakan hampir semua orang dengan bobot yang berbeda-beda. Ada orang melakukan kekerasan tetapi tidak tahu bahwa tindakan yang dilakukannya itu adalah tindakan kekarasan. Misalnya seorang suami yang memaksa istrinya menyediakan makanan pada saat istrinya masih perlu istirahat karena baru pulang kerja. Banyak istri menerima begitu saja paksaan itu sebagai kewajiban seorang istri terhadap suami.

Tindakan kekerasan paling banyak Nampak dalam pemaksaan kehendak kepada orang lain. Ada orang yang suka memaksakan kehendaknya pada orang tanpa merasa bahwa tindakannya itu adalah tindakan kekerasan karena menyebabkan orang lain menjadi tertekan, merasa disakiti dan dirugikan secara mental, moral, dan spiritual. Dalam sejarah umat manusia, tindakan kekerasan selalu mewarnai kehidupan politik maupun kehidupan sehari-hari. Cerita-cerita kekerasan dalam Alkitab itu tidak bermaksud untuk melegitimasi atau membenarkan tindakan kekerasan sebagai cara untuk mendapatkan tujuan. Sebaliknya untuk menjadi cermin kehidupan bahwa kekerasan tidak pernah dapat ditempuh sebagai jalan yang konstruktif dan bermoral. Apapun alasannya kekerasan tidak bisa dibenarkan sebagai cara untuk mendapatkan tujuan. Mungkin kekerasan bisa dibenarkan sebagai jalan paling terakhir ketika semua jalan damai untuk memperjuangkan hak-hak paling dasar sudah tersumbat.

Bab 12

Pasifis

Terminologi pasifis berarti cinta damai. Tidak ada manusia berpikiran normal yang tidak cinta damai. Dalam Alkitab diajarkan bahwa “berbahagialah mereka yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9). Pasifis (cinta damai) adalah sikap yang diidealkan bahkan diagungkan oleh ajaran agama terhadap relasi antar manusia bahkan dalam relasi manusia dengan mahluk lain (Yesaya 11/. Kedamaian atau shalom selalu menjadi visi keagamaan mesianistik. Karen aitu ajaran agama tidak mungkin membenarkan kekerasan sebagai alat atau cara untuk mengakhiri sebuah kekerasan. Maka ajaran agama dapat disebut sebagai sikap yang pro-pasifis.

Dalam kekristenan dikenal apa yang disebut sebagai perang untukj keadilan. Paham itu diwarisi dari Yudaisme. Hukum Yahudi membolehkan dua bentuk perang untuk keadilan yaitu agama dan perang biasa untuk kepentingan sosial-politik. Perang agama dipahami sebagai perang untuk membela kebenaran keyakinan agama. Sedangkan perang yang opsional dapat dilakukan kalau dianggap perlu untuk membela kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perang semacam itu harus mendapatkan penetapan dari para pemimpin agama atau Sanhedrin.

Pada hakekatnya Yudaisme, Islam, dan Kristen adalah agama yang pro-pasifis. Kekerasan dan perang hanya diijinkan untuk hal-hal yang sangat khusus dan yang terkait dengan ancaman terhadap keyakinan agama. Tetapi dalam kehidupan modern, pengecualian-pengecualian itu kadang-kadang dipakai sebagai pembenaran umum penggunaan kekerasan dalam mengatasi konflik antar bangsa, khusus yang bernuansa agama. Dalam paham Kristen, Yesus diyakini sebagai seorang pasifis. Dalam pelayananNya, Tuhan Yesus sangat menekankan prinsip pasifis, bukan saja terhadap sesama suku atau sesama agama melainkan terhadap musuh. “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Matius 5:44). Pandangan Yesus ini merupakan koreksi terhadap hukum balas dendam “gigi ganti gigi, mata ganti mata” dalam tafsiran Torah Yahudi pada saat itu. Tidak membalas merupakan sikap sejati yang diajarkan Tuhan Yesus. Ia adalah seorang pasifis sejati.

Bab 13

Api Perdamaian

Dalam mitos Yunani diceritakan tentang asal-usul api. Api dilukiskan sebagai sumber semangat dan kekuatan yang mendorong manusia kreatif, inovatif dan berkarya. Mitos tentang api muncul dalam ajaran Protagoras, seorang sofist (pengajar filsafat Yunani kuno) tentang kebaikan. Menurut Protagoras, semua kebaikan adalah satu dan bisa diajarkan.

Dalam mitos Yunani ini dapat dipahami bahwa politik merupakan seni untuk membangun kehidupan bersama yang harmonis, yang damai. Api yang dicuri Promotheus untuk diberikan kepada manusia bukan sekedar pengetahuan dan ketrampilan untuk hidup melainkan juga dan terutama pengetahuan, ketrampilan dan seni politik, seni untuk hidup harmonis, hidup penuh damai. Dengan demikian sejak semula dapat ditafsirkan bahwa api adalah simbol keharmonisan dan kedamaian.

Dalam berbagai bentuk kekarasan yang merebak akhir-akhir ini di Indonesia, api telah menjadi salah satu alat destruktif. Ketika pecah kerusuhan 14-15 Mei 1998 di Jakarta, api dipakai sebagai alat penghancur yang mengerikan. Puluhan bangunan dibakar oleh masa dan ratusan anak manusia tewas mengenaskan terpanggang api.

Api memang harus dikembalikan kepada fungsinya sebagai simbol kedamaian. Namun tentu saja tak cukup hanya menjadi simbol-simbol perdamaian seperti api lilin dan lentera. Api harus menjadi sumber semangat yang menyala-nyala untuk mengusahakan terciptanya keadilan dan keharmonisan hidup dalam masyarakat. Api dan seni politik diberikan sebagai anugerah para dewa untuk kebaikan manusia. Maka

baik api maupu politik tak boleh digunakan untuk saling menghancurkan tetapi untuk saling membangun.

Bab 14

Korupsi dan Pemimpin

Korupsi berasal dari kata latin: corruption berarti rusak, busuk dan suap. Kata itu terkait dengan hakekat sekaligus sifat manusia yang dibawah pengaruh dosa. Jadi korupsi itu menjadi hakikat manusia berdosa. Sehubungan dengan pengertian itu maka perbuatan korup pertama-tama merupakan penyakit dalam, penyakit yang berakar pada jiwa manusia, jiwa rusak akibat keakuan dan kesombongannya. Ini dasar paling hakiki dari korupsi. Kini berkembang dalam bentuk baru menjelma menjadi keserakahan dan kekuasaan. Manusia korup masa kini adalah manusia serakah dan ambisius.

Dilihat dari sudut pandang moral, maka memberantas korupsi harus dikaitkan dengan pembinaan manusia sebagai mahluk yang disembuhkan dan diselamatkan oleh rahmat Tuhan. Maka sikap pertama yang dituntut dari seorang koruptor adalah pertobatan (metanoia). Artinya meninggalkan hidupnya yang bergelimang dosa dan mengakui kemurahan Tuhan yang mampu membaharui, menyucikan dan menguduskan hidupnya.

Pertobatan memang merupakan karya Allah sendiri melalui iman yaitu proses percaya, berserah dan berubah. Disinilah peluang agama, khususnya para pemimpin agama, dapat menyumbangkan usaha pemberantasan korupsi melalui pembinaan umat supaya tidak dikuasai oleh roh materialism dan roh berkuasa.

Itu berarti bahwa iman (agama) harus diimplementasikan sebagai etos kehidupan. Selama agama tidak menjadi etos, agama tidak lebih dari konsep tak bermakna. Supaya konsep agama menjadi hidup dan operasional, ia harus terjelma dalam etos, yakni perilaku dalam keseharian hidup. Etos yang perlu menjadi cirri manusia beriman (beragama) antara lain hidup yang selalu bersyukur (karena merasa cukup dan puas dengan apa yang ada) dan selalu siap berbagi (karena ingin membuat orang lain bahagia).

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius namun menjadi Negara terkorup kedua di dunia. Kenyataan ini merupakan suatu ironi bagi kehidupan religius tadi. Itu berarti ada sesuatu yang tidak pas dalam kehidupan beragama di Indonesia. Yang tidak pas itu adalah bahwa adama dipahami sebagai sejumlah aturan dan upacara tetapi tidak diterjemahkan ke dalam kehidupan bermoral/beretika/berakhlak.

Bab 15

Simalakama

Dalam teori etika ternyata telah lama diyakini bahwa salah satu ciri keputusan etis adalah simalakama. Artinya hampir tidak ada keputusan yang dibuat seseorang yang tidak berisiko. Semua keputusan etis yang dibuat manusia pada hakikatnya menghadapi resiko. Mungkin tidak sama sulitnya makan buah simalakama. Tetapi pada pokoknya setiap keputusan etis adalah keputusan yang tidak tanp resiko. Setiap k eputusan etis adalah keputusan yang menghadapkan kepda kita dilemma. Setiap keputusan etis menempatkan kita dalam posisi yang sulit.

Keputusan etis biasanya disebut pilihan abu-abu atau pilihan dua kelabu yaitu kelabu tua atau kelabu muda. Bukan pilihan hitam atau putih. Itu sebabnya dalam etika dibedakan antara pertimbangan etis dengan kemauan etis. Kemauan untuk mengambil keputusan yang benar tidak selalu sama dengan kemampuann membuat keputusan. Kemauan kita untuk berbuat baik bersifat mutlak, tetapi kemampuan kita selalu dipenuhi keraguan dan juga keterbatasan. Factor keterbatasan itu menyebabkan pilihan-pilihan kita menjadi selalu berhadapan dengan resiko.

Semua resiko itu tidak boleh menyrutkan kemauan untuk mengambil keputusan dan menjatuhkan pilihan. Dengan mengelakkan buah simalakama berarti tidak ada kesediaan untuk menghadapi resiko. Orang yang tidak bersedia menghadapi resiko adalah pengecut. Seorang pengecut secara etis tidak bisa mengharapkan perubahan dan kemajuan.

Buah simalakama mengajarkan kita keberanian untuk menghadapi rersiko. Namun bukan sekedar keberanian yang buta. Kita diajar juga untuk piawai dalam melatih diri meentukan pilihan yang risikonya paling kecil. Dengan kata lain simalakama mengajarkan kita mampu memilih yang terbaik diantara yang terburuk.

Sebenarnya manusia memang harus megnhadapi resiko. Ibarat seekor bebek yang terlahir dengan ketrampilan berenang, demikianlah manusia terlahir dengan ketrampilan menghadapi resiko. Menghadapi resiko adalah hakekat kemanusiaan kita. Makan buah simalakama adalah nasib hidup manusia. Tak seorangpun dapat mengelakkannya, kecuali sang pengecut.

Bab 16

Kejahatan Kerah Putih

Secara moral penjahat kerah putih melakukan kejahatan ganda. Pertama, kejahatan mencuri atau mengambil keuntungan yang bukan haknya. Kedua, melanggar janji dan sumpah mereka sebagai pejabat yang seharusnya menganyomi dan melindungi hak dan milik masyarakat. Dengan kejahatan ganda tersebut, maka para pelaku kejahatan kerah putih dapat dikategorikan sebagai manusia yang anti sosial dan anti moral. Mereka tidak hanya melanggar hokum tetapi juga mengingkari nurani mereka sendiri.

Beberapa kecenderungan berikut merupakan akar kejahatan kerah putih yang harus diperangi oleh seluruh komponen bangsa. Pertama, para pemimpin yang berpikiran primordialistik dan sectarian. Tidak sedikit pemimpin bangsa ini yang memikirkan dan mengutamakan kepentingan primordialistik, baik suku agama maupun kelompok politiknya. Pengrusakan milik kelompok agama tertentu seperti yang baru-baru ini dialami oleh Ahmadiyah di Bogor adalah salah satu contoh betapa akar pahit dari para pemimpin primordialistik dan sectarian dapat berujung pada tindakan anarkis yang dikategorikan juga sebagai kejahatan kerah putih.

Kedua, para pemimpin yang materialistic. Beberapa waktu lalu pernah muncul pernyataan bahwa kebanyakan para pemimpin khususnya pemimpin politik dan pejabat public berusaha untuk berpolitik demi keuntungan ekonomi. Gejalanya sampai sekarang juga muncul antara lain dalam praktek money politics. Kalau gaya hidup ini tidak berubah jangan heran kalau hukum rimba akan menjadi norma moral kehidupan bangsa Indonesia di masa depan. Saat itu mungkin Jakarta dan kota-kota besar lainnya akan benar-benar menjadi rimba para penjahat yang tidak merasa jahat.

Bab 17

Politisasi Minyak

Kenaikan harga BBM merupakan tantangan bagi etika politik pemerintah dan wakil-wakil rakyat. Pemerintah dan wakil-wakil rakyat ditantang untuk melakukan keputusan-keputusan politik yang secara moral dapat diterima oleh masyarakat, khususnya rakyat miskin. Pertama, bahwa keputusan politik apapun yang diambil pemerintah dan wakil rakyat haruslah sesuai dengan janjinya kepada rakyat ketika berkampanya untuk memenangkan pemilihan umum dan mendapatkan legitimasibkekuasaan.

Kedua, sebagai penguasa yang diberikan kepercayaan oleh rakyat, mereka akan memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah memilih mereka, di atas kepentingan pribadi, partai atau golongan. Kesejahteraan rakyat merupakan kepentingan utama yang menjiwai seluruh keputusan politik dan kebijakan pemerintah. Keputusan dan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan kesejahteraan rakyat bertentangan dengan etika politik.

Ketiga, bahwa memang kepentingan Negara dan bangsa, terutama kemerdekaan, kebebasan dan keamanannya harus menjadi tugas pemerintah mengushakan, mempertahankan dan menegakkannya, tetapiu tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat. Kesejahteraan rakyat adalah patokan utama sebuah etika politik. Sedangkan kepentingan Negara pada hakikatnya adalah kepentingan rakyat dan bukan kepentingan penguasa.

Bab 18

Kepentingan Rakyat

Etika politik bukanlah suatu sistem politik yang berbelit. Secara sederhana, etika politik dapat diartikan sebagai sejumlah nilai luhur yang seharusnya diterapkan dalam perilaku politik para politisi. Hans Kung menyebut “etika politik sebagai kewajiban hati nurani yang tidak difokuskan pada apa yang baik atau benar secara abstrak, tetapi pada apa yang baik dan benar dalam situasi yang konkret”. Banyak keputusan dan kebijakan politik yang tidak memperhatikan hati nurani karena lebih suka melayani kepentingan sendiri dari pada kepentingan rakyat yang member kekuasaan kepada para penguasa, khususnya anggota DPR.

Kalau kita mengambil contoh nilai-nilai yang seharusnya ada dalam etika politik, maka yang utama tentulah kejujuran. Kita berrtanya apakah para politisi kita jujur dalam keputusan yang diambil? Apakah mereka benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat seperti yang selalu menjadi slogan para politisi? Kita menjadi ragu ketika melihat kecenderungan seperti yang sekarang terjadi dalammenghadapi kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah.

Menurut mantan Presiden Abdurrahman Wahid, impor beras akan menguntungkan para pengusaha dan elit politik. Tentu sebagai mantan Presiden dan pengamat yang jeli, Gus Dur tidak sembarangan memberikan pendapatnya. Namun lepas dari pendapat tersebut danjuga pendapat banyak analisis lainnya, logika rakyat membenarkan bahwa kebijakan impor beras adalah suatu kebijakan politis penguasa, yang seharusnya dikritisi dan ditolak oleh anggota DPR sebagai wakil rakyat yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi.

Para pemimpin Negara sudah harus sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa dan Negara, kalau tidak ingin Negara ini hancur leburkarena kebijakan yang tidak memihak rakyat. Bencana-bencana yang akhir-akhir ini terus menghantam Negara ini juga tidak dapat dilepaskan dari salah urus Negara akibat hilangnya nurani para pemimpin. Kita mengharapkan para pengurus Negara itu sadar sebelum terlambat, untuk merenungkan kembali hakekat kekuasaan rakyat yang dipercayakan di atas pundak mereka.

Kritik Terhadap Buku Etika Politik Kristen Karya Dr. R.P. Borrong

Buku ini meliputi berbagai kumpulan tulisan yang pernah disampaikan dalam bentuk ceramah dan pernah hadir juga di media cetak. Penulis pun mengatakan bahwa tulisannya lebih banya kepada hal yang praktis dari pada aspek ilmiahnya, walaupun tidak mengabaikan kaidah ilmiah. Penulis menyajikan buku ini di tahun 2006, dua tahun setelah pemilu langsung yang dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla. Penulis mengamati betul perkembangan demokrasi yang ada di Indonesia, khususnya setelah orde baru jatuh dan digantikan oleh masa reformasi era Gus Dur khususnya. Hasil pengamatan penulis dikembangkan dengan memperhatikan sikap etis yang diambil oleh para penguasa saat itu. Sikap kritis penulis mencoba menilai apa yang terjadi di negeri ini dilihat dari sudut pandang etika politik Kristen. Karena pendekatannya etika Kristen, maka yang petut dikritisi oleh penulis adalah apakah semua kebijakan pemimpin dan penguasa di pemerintahan pasca jatuhnya orde baru sesuai dengan nilai-nilai kristiani.

Bab pertama dan kedua sangat tepat dijelaskan dalam permulaan buku ini. Tujuannya untuk membuat pembaca paham betul mengapa orang Kristen perlu terlibat dalam politk yang ada di Indonesia (sekalipun penulis tidak mewajibkannya). Dasar Alkitab menjadi pijakan penulis untuk menghubungkan gereja dan politik begitu juga sebaliknya. Bahkan penulis mengutip perkataan Yesus tentang pajak yang harus dibayarkan kepada Kaisar. Dengan dasar itulah maka semua orang Kristen tidak tinggal diam untuk menyuarakan haknya melalui keterlibatan politik. Bahkan penulis menegaskan bahwa untuk menjadi politis kristiani harus bersikap jujur, adil, dan rendah hati.

Sama dengan bab sebelumnya, bab tiga dan bab empat masih dalam kajian politis yang kristiani. Kenapa demikian? Karena dalam kaitannya dengan rekonsiliasi yang menjadi isu hangat di negeri ini beberapa tahun sebelumnya. Penulis menyebutkan karena adanya kesadaran yang lebih jujur dan sejati mengenai realitas pluralitas atas heterogenitas dalam segala lapangan hidup. Sayangnya penulis tidak memberikan contoh nyata dalam bagian ini, misalkan kasus di poso, ambon, begitu juga konflik agama lainnya di tahun 2006. Dan yang kedua penulis juga menegaskan dengan kesadaran yang lebih jujur dan sejati, yaitu benturan-benturan dalam bentuk konflik kepentingan, baik yang bernuansa etnik maupun yang bernuansa agama. Itu sebabnya merasa perlu bagi penulis untuk menekankan hal rekonsiliasi dalam tulisannya ini. Dan menurutnya, untuk rekonsiliasi perlu lebih dulu berhubungan khusus dengan Kristus yang pembaharu yang mampu memulihkan manusia dari kesalahannya. Artinya penulis cukup tegas mengutamakan Kristus dalam menempatkan rekonsiliasi di tengah konflik masyarakat yang menurut penulis juga ada unsur politisnya.

Di bab keempat, menurut saya ini adalah akhir dari pemikiran penulis yang berhubungan dengan etika politik Kristen. Selebihnya adalah serba-serbi politik, seperti yang penulis katakana di awal bukunya (pengantar/pendahuluan). Dalam bab empat ini penulis menjelaskan tentang kemerdekaan yang ditinjau dari sudut pandang etika Kristen. Penulis tegas mengatakan bahwa kemerdekaan adalah anugerah semata dari Tuhan Yesus Kristus. Dan penulis katakan bahwa kemerdekaan berarti bebas dari dosa dan hidup dalam hati yang baru terus menerus. Bahkan dalam uraiannya penulis menyatakan bahwa orang yang sudad dimerdekakan berarti harus mampu mewujudkan “kesempatan” yang diberikan oleh Allah sebagai “gambar Allah” yang sudah dipulihkan di dalam diri Yesus Kristus sehingga orang itu dimampukan mewujudkan hidup yang terhormat, bermartabat dan mulia. Menurut saya, dalam bab ini tidak terkait dengan kehidupan praktis politis atau tidak ditemukan hubungannya dengan hhidup berdemokrasi yang harus menunjukkan sikap yang bermartabat dan mulia. Apabila ini dikaitkan maka pembaca akan semakin termotivasi untuk bisa memberikan sikap yang kuat dan penuh integritas yang tinggi dalam memajukan negeri ini.

Seperti yang saya katakan pada awal kritik saya terhadap buku ini yaitu empat bab pertama menunjukkan sikap etis kristiani dalam hal berpolitik. Selanjutnya kepada serba-serbi politik. Menurut saya serba-serbi politik yang dimaksudkan penulis tidak hanya sebatas apa yang terjadi atau informasi semata di tahun-tahun 2004 lebih kurang. Yang saya dapatkan penulis juga memberikan penilaian terhadap beberapa kasus yang terjadi di negeri ini, baik itu proses pemeilihan yang pernah terjadi di tahun 2004, kampanye, golput, perang, kekerasan, pasifis, api perdamaian (sebenarnya tidak perlu), korupsi dan perdamaian, simalakama (tidak harus), kejahatan kerah putih, politisasi minyak (ini juga tidak perlu), sampai kepada kepentingan rakyat. Misalkan pada serba-serbi yang membahas masalah kampanye, penulis lebih focus kepada bagaimana seharunya berkampanye (bab 6). Dalam bab ini penulis mengumpulkan banyak data-data yang didapatkan dalam kampanye pemilihan presiden dan wakilnya. Bahkan melampirkan apa yang disepakati bersama oleh kontestan tentang etika berkampanye (baca: peraturan kampanye). Dengan berbagai macam aturan dan sikap etis yang ditegaskan oleh penulis maka diharapkan pembaca harus lebih teliti dalam memilih yang dianggap menjawab kebutuhan hati nuraninya. Dalam bab ini juga penulis di akhir bab 6 menegaskan tentang pendidikan politik. Artinya penulis ingin supaya setiap pembaca memiliki kesadarannya untuk cerdas memilih “jagoannya” dari berbagai kampanye yang ditawarkan.

Dalam bab tujuh mengenai golongan putih, penulis tegas dalam bukunya bahwa setiap warga Negara hendaknya menggunakan hak pilihnya sebaik-baiknya. Terang-terangan penulis mengatakan bahwa golongan putih tidak akan menjawab perubahan bangsa kepada yang lebih baik bila tida ada warga yang ikut ke dalam pesta demokrasi. Dalam bab ini penulis memberikan alasan-alasan yang kuat mengapa pada tahun-tahun sebelumnya golongan putih presentasinya lebih tinggi dari pemilih biasa. Menurut saya perlu penulis memberikan pernyataan khusus yang ditujukan kepada pemerintah khususnya panita komisi pemilihan umum (KPU) berkaitan tentang meningkatnya golongan putih (golput). Mungkin berupa undang-undang yang mengarah kepada sangsi moral, atau kurungan penjara, bisa juga denda yang diberikan kepada pemilih golput. Meskipun hal ini tidak dituliskan dalam pengamatan penulis tetapi sudah cukup menolong melalui dari penolakan penulis terhadap golput.

Dalam berpolitik tentunya tidak lepas dengan korupsi, khususnya dari pemimpinnya. Dalam bab ini (14), penulis menoca menjelaskan pengertian korupsi berdasarkan definisi kata yang tepat. Bahkan menurut penulis orang yang korupsi disamakan dengan penyakit, atau mentalnya sedang bermasalah. Itu sebabnya menurut buku ini perlu ditolong. Karena penyakit ini berakar pada jiwa manusia, maka seharusnya ia harus disembuhkan dan ditolong ole Tuhan. Untuk lebih tegasnya penulis mengatakan bahwa dalam kajian teologi Kristen adalah pertobatan di dalam Yesus Kristus. Artinya menurut penulis, agama (iman) akan membawa kepada pemulihan bagi koruptor. Menurut saya tidak sebatas itu, melainkan ada buahnya.

Tidak ada komentar: